Jumat, 24 Agustus 2012

Pahlawan Nasional yang pernah diasingkan di SULUT


Meneruskan postingan saya yang lalu tentang Pahlawan Nasional dari Sulawesi Utara, rasanya lebih lengkap jika ada tulisan tentang pahlawan nasional yang pernah diasingkan di Sulawesi Utara.

ok, cekidot..

1. Tuanku Imam Bonjol (1772-1864)
jika ditanya pahlawan nasional yang diasingkan di Sulawesi Utara, banyak orang pasti akan menjawab Tuanku Imam Bonjol, maklum saja, selain diasingkan beliau juga wafat di daerah ini. makam beliau di
pineleng Minahasa adalah tempat yang cukup terkenal dan banyak dijadikan tujuan wisata. saya masih ingat saat SD lalu melakukan wisata sambil belajar ke makam beliau.

Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Indonesia pada tahun 1772. bernama asli Muhammad Shahab atau Petto Syarif, beliau adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belanda. 

Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang murni.

Golongan adat yang merasa terancam kedudukanya, mendapat bantuan dari Belanda. Namun gerakan pasukan Imam Bonjol yang cukup tangguh sangat membahayakan kedudukan Belanda.

perlawanan pasukan Tuanku imam bonjol terhadap Belanda mengalami pasang-surut dimana Kemenangan silih berganti antara kedua pihak. tercatat, pihak belanda juga pernah melakukan perjanjian damai dengan tuanku imam bonjol. walaupun akhirnya di langgar sendiri. Perlawanan beliau yang paling terkenal adalah perang paderi. (1821-1837)

Setelah datang bantuan dari Batavia, maka Belanda mulai melanjutkan kembali pengepungan, dan pada masa-masa selanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjol bertambah sulit, namun ia masih tak sudi untuk menyerah kepada Belanda. Sehingga sampai untuk ketiga kali Belanda mengganti komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah sekian lama dikepung.

Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding. Tiba di tempat itu langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864, pada usia 92 tahun. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.

Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang penjajahan,sebagai penghargaan dari pemerintah Indonesia yang mewakili rakyat Indonesia pada umumnya, Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.
  
2. Pangeran Diponegoro. (1785-1855)
Pahlawan Nasional berikut yang pernah diasingkan di Sulawesi Utara adalah Pangeran Diponegoro atau Dipanegara.

Dipanegara adalah putra sulung Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Dipanegara bernama kecil Raden Mas Antawirya (Bahasa Jawa: Ontowiryo).

walaupun keturunan raja, Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan agama dan merakyat. bahkan, pangeran diponegoro tercatat pernah melakukan pemberontakan terhadap keraton.

Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Dipanegara di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Dipanegara yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Dipanegara membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Dipanegara menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Dipanegara membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Modjo, ikut bergabung dengan pasukan Dipanegara di Goa Selarong.

Kyai Modjo (Muslim Muchammad Chalifah) adalah Panglima Perang Diponegoro (1825-1830) paling terkenal. Beliau tertangkap Belanda pada bulan Nopember 1828 dan diasingkan ke Minahasa-Sulawesi Utara tahun 1829. Kecuali Kyai Modjo, semua pengikutnya (laki-laki) sekitar 63 orang menikahi wanita Tondano dan membangun komunitas muslim pertama di jantung Minahasa, dan saat ini dikenal sebagai Kampung Jawa Tondano (JaTon). Kyai Modjo wafat di Tondano pada 20 Desember 1848 dalam usia 84 tahun.

Setelah berbagai perlawanan yang dilakukan pangeran diponegoro, Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Belanda berhasil menjepit pasukan Dipanegara di Magelang. Di sana, Pangeran Dipanegara menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Dipanegara ditangkap dan diasingkan ke Sulawesi Utara, tepatnya di benteng Amsterdam yang sekarang berada di kawasan Zero point pusat kota Manado. pada tahun 1834 Pangeran Dipanegara kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855 pada usia 70 tahun.

Selain sama-sama pernah diasingkan di Sulawesi Utara, Kedua pahlawan Nasional diatas juga memiliki persamaan yang unik. mereka berdua pernah menjadi tokoh yang mengisi uang lembaran Republik Indonesia kita.

uang lembaran berapakah yang ada gambar Tuanku Imam Bonjol?
ya, 5000 rupiah.

nah, untuk pangeran Diponegoro mungkin jarang kita lihat karena merupakan cetakan lama (1975-1979). saya sendiri belum lahir. hehe

Demikian postingan saya kali ini.
Semoga bermanfaat :)


sumber-sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuanku_Imam_Bonjol
http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Diponegoro
http://kiaimojo.blogspot.com/
http://www.masjidrayavip.org/index.php?option=com_content&view=article&id=74&Itemid=115
http://www.uang-kuno.com/2008/03/1975-1979.html



0 komentar:

Posting Komentar